Pendidikan Islam memberikan pencerahannya di
tengah kegelapan akibat pendidikan Barat saat ini. Ia memberikan panduan yang
lengkap dan praktis untuk membentuk MANUSIA yang MANUSIA. Yang berhati,
berpikir dan bertindak sesuai nilai-nilai Allah SWT, Pencipta Segala Makhluk.
Di antara prinsip yang diterapkan pendidikan
Barat saat ini, mereka membentuk paradigma bahwa segala sesuatu di alam semesta
ini haruslah dapat dijangkau secara indrawi. Ya, itulah persepsi mereka.
Semuanya harus mampu dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasa oleh
kulit, dikecap oleh lidah dan dihirup oleh hidung. Jika ‘sesuatu’ hal itu tidak
mampu dijangkau oleh indrawi tersebut, maka semua akan diabaikan, dianggap
tidak logis. Bahkan akan ditolak meskipun mereka tahu bahwa itu kebenaran.
Rupanya mereka sedikit lupa, atau melupakan
atau memang sengaja mengabaikan bahwa dalam diri manusia terdapat satu ranah
yang “jelas” tidak akan mampu dijangkau manusia dengan indrawinya. Melainkan hanya
bisa dirasa, dan diyakini. Yah, itulah hati. Bukan “hati” yang menghasilkan
penawar racun bagi tubuh, namun “hati” yang dapat merasakan sedih, senang,
bahagia, khawatir, marah, curiga, resah, gelisah, cinta, benci, tenang dan semua
rasa yang tidak dapat didefinisikan secara jelas. Seharusnya kita bertanya,
dimana letak “hati” tersebut? Adakah di anatomi tubuh kita? Kalau memang ada,
dimana letaknya? Dekat jantung? Paru-paru? Lambung? Otak? Atau dimana?
Orang-orang Barat sebenarnya juga merasakan
cinta, sedih, tenang, gembira, gelisah, benci, marah dan sebagainya. Itu semua
hal yang tidak bisa diindrawi, bukan? Lantas mengapa mereka percaya dengan hal
itu? Padahal itu tidak sesuai dengan konsep pendidikan yang mereka agung-agung
kan. “RASIONALISTIK” dan “MATERIALISTIK”.
Itulah salah satu diantara kerancuan konsep
pendidikan yang diterapkan Barat. Mereka tidak mengindahkan aspek RUH, yang
menjadikan manusia berbeda dengan hewan, tumbuhan, batu dan sebagainya. Aspek
yang seharusnya dirawat, dijaga, ditumbuhkan, disehatkan itu diacuhkan oleh
pendidikan Barat. Dan kita dapat melihat hasilnya saat ini, manusia yang tidak
peduli, tidak berempati, tidak santun, menjauhkan yang dekat, tidak ber-pri
kemanusiaan, materialistik, dan sekuleristik. Kesemuanya itu akibat “mereka”
meniadakan perawatan, penumbuhan, penjagaan pada RUH dalam konsep
pendidikannya. Jadilah mereka seperti hewan, yang mengutamakan “PERUT” dan “DI
BAWAH PERUT”. Itu saja. Tidak ada nilai-nilai Ketuhanan di dalamnya. Hanya
“AKAL” dan “NAFSU”.
Pilar pertama, diantara beberapa pilar
pendidikan Islam yang menjamin pembentukkan MANUSIA yang MANUSIA adalah konsep
pendidikan haruslah bersifat ROBBANIYYAH.
Konsep yang memperhatikan pemenuhan kognitif
(AKAL), penanaman nilai-nilai atau sikap (AFEKTIF) dan ditindaklanjuti oleh
perbuatan (PSIKOMOTOR). Semuanya itu dikontrol dan dipastikan berjalan SIMULTAN
dan SEIMBANG. Semuanya dikontrol dengan nilai-nilai yang telah DITENTUKAN oleh
ALLAH SWT, dan DICONTOHKAN manusia terbaik, MUHAMMAD SAW.
Konsep ROBBANIYYAH menjamin hati peserta
didiknya hidup. Hidup dengan dzikir dan do’a (hal yang tidak dimiliki Barat). Pendidikan
yang sangat terikat dengan nilai-nilai Ketuhanan, panduan hidup (Al Qur’an) dan
As Sunnah. Yang membuat manusia meyakini kehidupan setelah kehidupan dan
kehidupan setelah kematian. Yang membuat manusia meyakini adanya hari
pertanggungjawaban, hari pembalasan amal, hari penghakiman dan penentuan,
apakah manusia akan selamanya hidup di NERAKA? Penuh siksaan dan penderitaan?
Atau selamanya hidup di SURGA? Penuh dengan kenikmatan dan ketenangan. Konsep
itu membuat manusia memahami bahwa hakikat hidupnya tidak terbatas pada
struktur, organ, sel, tulang, dan otot tubuh semata. Melainkan terdapat HATI
yang akan menjadi saksi apa yang tak nampak. Tujuan akhir dari konsep ini
adalah membentuk manusia yang MU’MIN, yang beriman dengan apa-apa yang ghoib,
apa yang tak nampak oleh indra, apa yang terjadi di dalam rahim, apa yang
terjadi esok hari? Mereka tidak mempertanyakan kesemua itu, hanya BERIMAN.
PERCAYA. Dan mempersiapkannya.
Selain itu, konsep ROBBANIYYAH juga menjamin
pembentukkan manusia yang tidak berambisi untuk meraih kehormatan, tidak
mencintai kekuasaan, tidak menuhankan makhluk dan nafsu, tidak gila popularitas
dan sanjungan dan memakan harta yang haram. Mereka memahami bahwa hakikat hidup
ini adalah untuk “REHAT” sejenak. Mempersiapkan bekal terbaik untuk perjalanan
yang sangat panjang menuju Sang Pemilik Hidup, ALLAH SWT.
Konsep ini menekankan nilai KEIKHLASAN dan
KESABARAN. Mendorong manusia untuk beribadah sesuai dengan Khittoh (ketetapan)
ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW ajarkan, contohkan.
Konsep ini memastikan bahwa manusia mampu
memegang teguh beberapa hal berikut ini:
1.
Memegang teguh Sunnah, dan menjauhi perkara
baru dalam agama.
2.
Memprioritaskan amalan fardhu
3.
Mendorong pelaksanaan ibadah berjama’ah dan
amalan-amalan Sunnah
4.
Mendorong untuk selalu berdzikir kepada ALLAH
SWT
Output dari penerapan konsep ini adalah manusia
yang rela berkorban untuk kebaikan, memperjuangkan kebenaran, mampu bertahan
dengan siksaan dan ujian, yang istiqomah dalam menjalankan nilai-nilai
KETUHANAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar