Rabu, 08 Januari 2020

Sekolah yang Mendidik



Berpetak-petak gedung berjajar indah, yang di sekelilingi pepohonan dan kebun yang indah. Asrama rasa villa. Bagiaman tidak, satu kamar terdiri dari 4 orang siswa, 2 kamar mandi dalam, dan ruang untuk berkumpulnya para siswa. Asrama rasa villa juga ditunjukkan dari suasana asrama, dan fasilitas yang pas. Dingin, sejuk, rindang itu yang tergambar dar suasana sekolah itu. Sangat tak disangka, ada sekolah yang semegah itu, berada di kaki gunung Arjuno. Pemandangan Gunung yang bisa dinikmati setiap hari oleh siswa, membuat mereka merasa lebih tenang untuk belajar.
Mushola yang terbangun di bagian samping sekolah, dilengkapi dengan dipan berundak, menjadi saksi pengorbanan murid-murid untuk setor hafalan dan berbuka puasa. Berkumpul bersama, untuk setor hafalan dan berbuka puasa. Bangunan itu seakan menjadi saksi bisu tentang kesungguhan jihad mereka untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. 
Disaat semua mulai menjauh dan pergi. Disaat semua mulai meninggalkan dan berpaling. Dan disaat semua mencaci dan memaki. Masih adakah yang mengetahui? Masih adakah yang mencari? Sekelompok pemuda yang memegang erat panji Allah dan Rosul-Nya. Mereka berjanji untuk berjuang, berkorban, dan bergerak untuk meninggikan panji-panji Islam. Bukan dengan tangan kosong mereka berjuang. Bukan dengan keluhan mereka bertahan. Melainkan dengan semangat jihad fii sabiilillah, jihad fii tarbiyah (pendidikan) untuk mengembalikan kejayaan umat Islam seperti dulu kala. Pemuda itu mengambil alih  perjuangan karena mereka sadar bahwa gerbong lokomotif da'wah ini akan terus melaju, melaju melintas peradaban, zaman, hingga ke negeri Surga dengan ada atau tidaknya mereka. Siapakah pemuda itu sobat? Tak inginkah diri ini menjadi pemuda itu? Pemuda yang mewarisi semangat para Nabi dan sahabat untuk menegakkan Islam di bumi Allah ini. Hingga kelak mereka akan melihat cahaya kejayaan Islam meninggi di seluruh penjuru dunia. Tiada balasan yang sepadan untuk mereka selain Surga-Nya yang kekal, penuh nikmat, permata, bidadari, dan ketenangan yang tiada pernah terbesit di hati dan dilihat oleh mata sebelumnya. Masih adakah semangat untuk menggapai Surga itu wahai sahabatku?
Iya, sekolah itu diisi oleh para pemuda yang mengazamkan diri untuk agamanya, negaranya, bangsanya, dan masyarakatnya.

Minggu, 18 Maret 2018

Bangunan Muslim



Wahai saudaraku, marilah kita merenung sejenak, bagaimana seharusnya kita hidup sebagai ‘muslim’. Memang benar, Allah SWT benyak sekali menyandingkan kata Aamanuu dan ‘Amilush Shoolihaat dalam kitab yang agung, Al Qur’an Al Kariim, yaitu seorang muslim harus beriman dan beramal sholih. Iya, itu benar. Tidaklah salah, namun kurang sempurna. Nah, kurang sempurnanya dimana? Kok beriman dan beramal sholih saja kurang sempurna?

Ingatlah saudaraku, kita hidup tidak sendiri di dunia ini. Bagaimana bisa disebut sempurna jika kita beriman dan beramal sholih untuk diri kita sendiri? Untuk kebaikan kita sendiri? Tentu tidak. Jika kita benar-benar muslim, sudah semestinya kita resah, gelisah, tak tenang saat melihat saudara, orang tua, teman, keluarga, kerabat, dan masyarakat belum sepenuhnya beriman dan beramal sholih. Oleh karena itu, beriman dan beramal sholih saja belum cukup, perlu disempurnakan dengan da’wah dan jihad.
Bak sebuah bangunan, iman menjadi pondasi awal. Pondasi-lah yang menentukan bangunan itu tegak atau miring, kokoh atau rapuh, kuat atau lemah, bertahan lama atau singkat, permanen atau temporer? Tak akan mungkin ada bangunan tanpa pondasi. Tak akan pernah ada, kecuali Allah SWT Yang Menghendaki. Lalu, bagaimana dengan ‘amal sholih?  
‘Amal sholih bak tiang penyangga yang semakin mengukuhkan bangunan. Ia menjadi representasi pondasi yang telah tertanam. Ia yang dapat dinilai manusia dengan indrawinya. Jika tiang penyangganya kokoh, berarti mencerminkan pondasinya kokoh. Bangunan itupun dapat dilengkapi dengan kursi, sofa, lukisan, dan mozaik-mozaik yang penuh keindahan. Penghuninya pun merasa aman dan tenteram dengan kesholihan. Tidak khawatir bangunannya roboh. Trus, bagaimana jika tiangnya bengkok? Rapuh? Mudah terkikis? Tak ada jawaban lain, berarti pondasinya tak baik. Penghuninya pun akan selalu khawatir bangunannya roboh, roboh dalam jurang kemaksiatan.

Bangunan itu hanya masih pondasi dan tiang penyangga. Kurang satu hal terpenting, yaitu atap. Begitulah da’wah dan jihad melengkapi bagian bangunan itu. Ia menjadi puncak terbaik ‘amal, sabaik-baik perbuatan. Ia menjadi pelindung bagi para penghuninya dari terpaan badai, sengatan panas mentari, deraan hujan, ganasnya musim, perubahan cuaca dan segala ketidakharmonisan amal. Ia menjadi bukti kalau identitas kemuslimannya telah nampak. Nampak beriringan antara ‘amal sholih fardi atau jama’i, amar ma’ruf atau nahi munkar, keadilan atau kedzaliman, kesengsaraan atau kebahagiaan, cercaan atau pujian. Ia benar-benar menuntut pelakunya untuk mengorbankan semuanya, waktu, tenaga, kekayaan, kesehatan, pikiran, dan jiwanya untuk memikirkan orang lain. Yang ada dalam benaknya, bagaimana orang lain bisa baik melebihiku? Bagaimana agar orang lain terjerumus ke dalam kemaksiatan? Itulah yang menjadi asbab mengapa atap begitu penting. Penting untuk melindungi dari keburukan, mengajak pada kebaikan, melawan kemungkaran, dan memperluas jaringan agar pundi-pundi ‘amal dirasakan oleh banyak orang. Sampai-sampai, Allah SWT membelinya dengan Surga yaitu orang-orang yang menyempurnakan bangunanannya dengan atap. Allah berikan segala kenikmatan akhirat kepada mereka, mereka yang bersungguh-sungguh untuk terus menguatkan, memperindah dan menjaga atap rumahnya.

Bangunan Surat Al ‘Asr –Iman, ‘Amal sholih, dan Da’wah atau Jihad’
‘ISYHADUU, LI ANNANII MUSLIM’

Sabtu, 03 Maret 2018

Konsep Pendidikan Islam 1: Robbaniyyah



Pendidikan Islam memberikan pencerahannya di tengah kegelapan akibat pendidikan Barat saat ini. Ia memberikan panduan yang lengkap dan praktis untuk membentuk MANUSIA yang MANUSIA. Yang berhati, berpikir dan bertindak sesuai nilai-nilai Allah SWT, Pencipta Segala Makhluk.
Di antara prinsip yang diterapkan pendidikan Barat saat ini, mereka membentuk paradigma bahwa segala sesuatu di alam semesta ini haruslah dapat dijangkau secara indrawi. Ya, itulah persepsi mereka. Semuanya harus mampu dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasa oleh kulit, dikecap oleh lidah dan dihirup oleh hidung. Jika ‘sesuatu’ hal itu tidak mampu dijangkau oleh indrawi tersebut, maka semua akan diabaikan, dianggap tidak logis. Bahkan akan ditolak meskipun mereka tahu bahwa itu kebenaran.
Rupanya mereka sedikit lupa, atau melupakan atau memang sengaja mengabaikan bahwa dalam diri manusia terdapat satu ranah yang “jelas” tidak akan mampu dijangkau manusia dengan indrawinya. Melainkan hanya bisa dirasa, dan diyakini. Yah, itulah hati. Bukan “hati” yang menghasilkan penawar racun bagi tubuh, namun “hati” yang dapat merasakan sedih, senang, bahagia, khawatir, marah, curiga, resah, gelisah, cinta, benci, tenang dan semua rasa yang tidak dapat didefinisikan secara jelas. Seharusnya kita bertanya, dimana letak “hati” tersebut? Adakah di anatomi tubuh kita? Kalau memang ada, dimana letaknya? Dekat jantung? Paru-paru? Lambung? Otak? Atau dimana?
Orang-orang Barat sebenarnya juga merasakan cinta, sedih, tenang, gembira, gelisah, benci, marah dan sebagainya. Itu semua hal yang tidak bisa diindrawi, bukan? Lantas mengapa mereka percaya dengan hal itu? Padahal itu tidak sesuai dengan konsep pendidikan yang mereka agung-agung kan. “RASIONALISTIK” dan “MATERIALISTIK”.
Itulah salah satu diantara kerancuan konsep pendidikan yang diterapkan Barat. Mereka tidak mengindahkan aspek RUH, yang menjadikan manusia berbeda dengan hewan, tumbuhan, batu dan sebagainya. Aspek yang seharusnya dirawat, dijaga, ditumbuhkan, disehatkan itu diacuhkan oleh pendidikan Barat. Dan kita dapat melihat hasilnya saat ini, manusia yang tidak peduli, tidak berempati, tidak santun, menjauhkan yang dekat, tidak ber-pri kemanusiaan, materialistik, dan sekuleristik. Kesemuanya itu akibat “mereka” meniadakan perawatan, penumbuhan, penjagaan pada RUH dalam konsep pendidikannya. Jadilah mereka seperti hewan, yang mengutamakan “PERUT” dan “DI BAWAH PERUT”. Itu saja. Tidak ada nilai-nilai Ketuhanan di dalamnya. Hanya “AKAL” dan “NAFSU”.
Pilar pertama, diantara beberapa pilar pendidikan Islam yang menjamin pembentukkan MANUSIA yang MANUSIA adalah konsep pendidikan haruslah bersifat ROBBANIYYAH.
Konsep yang memperhatikan pemenuhan kognitif (AKAL), penanaman nilai-nilai atau sikap (AFEKTIF) dan ditindaklanjuti oleh perbuatan (PSIKOMOTOR). Semuanya itu dikontrol dan dipastikan berjalan SIMULTAN dan SEIMBANG. Semuanya dikontrol dengan nilai-nilai yang telah DITENTUKAN oleh ALLAH SWT, dan DICONTOHKAN manusia terbaik, MUHAMMAD SAW.
Konsep ROBBANIYYAH menjamin hati peserta didiknya hidup. Hidup dengan dzikir dan do’a (hal yang tidak dimiliki Barat). Pendidikan yang sangat terikat dengan nilai-nilai Ketuhanan, panduan hidup (Al Qur’an) dan As Sunnah. Yang membuat manusia meyakini kehidupan setelah kehidupan dan kehidupan setelah kematian. Yang membuat manusia meyakini adanya hari pertanggungjawaban, hari pembalasan amal, hari penghakiman dan penentuan, apakah manusia akan selamanya hidup di NERAKA? Penuh siksaan dan penderitaan? Atau selamanya hidup di SURGA? Penuh dengan kenikmatan dan ketenangan. Konsep itu membuat manusia memahami bahwa hakikat hidupnya tidak terbatas pada struktur, organ, sel, tulang, dan otot tubuh semata. Melainkan terdapat HATI yang akan menjadi saksi apa yang tak nampak. Tujuan akhir dari konsep ini adalah membentuk manusia yang MU’MIN, yang beriman dengan apa-apa yang ghoib, apa yang tak nampak oleh indra, apa yang terjadi di dalam rahim, apa yang terjadi esok hari? Mereka tidak mempertanyakan kesemua itu, hanya BERIMAN. PERCAYA. Dan mempersiapkannya.
Selain itu, konsep ROBBANIYYAH juga menjamin pembentukkan manusia yang tidak berambisi untuk meraih kehormatan, tidak mencintai kekuasaan, tidak menuhankan makhluk dan nafsu, tidak gila popularitas dan sanjungan dan memakan harta yang haram. Mereka memahami bahwa hakikat hidup ini adalah untuk “REHAT” sejenak. Mempersiapkan bekal terbaik untuk perjalanan yang sangat panjang menuju Sang Pemilik Hidup, ALLAH SWT.
Konsep ini menekankan nilai KEIKHLASAN dan KESABARAN. Mendorong manusia untuk beribadah sesuai dengan Khittoh (ketetapan) ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW ajarkan, contohkan.
Konsep ini memastikan bahwa manusia mampu memegang teguh beberapa hal berikut ini:
1.       Memegang teguh Sunnah, dan menjauhi perkara baru dalam agama.
2.       Memprioritaskan amalan fardhu
3.       Mendorong pelaksanaan ibadah berjama’ah dan amalan-amalan Sunnah
4.       Mendorong untuk selalu berdzikir kepada ALLAH SWT
Output dari penerapan konsep ini adalah manusia yang rela berkorban untuk kebaikan, memperjuangkan kebenaran, mampu bertahan dengan siksaan dan ujian, yang istiqomah dalam menjalankan nilai-nilai KETUHANAN.

Sabtu, 24 Februari 2018

Konsep Pendidikan Islam: Renungan atas Pendidikan

Sudah selaiknya kita mengembalikan makna 'pendidikan' pada makna yang seharusnya. Iya, selama ini kita menyadari bahwa 'pendidikan' yang banyak dilakukan saat ini telah melenceng dari khittoh (garis) yang telah ditetapkan Penciptanya. Kita harus benar-benar mengembalikan makna itu sebagaimana yang semestinya, agar 'pendidikan' itu menghasilkan manusia yang manusia, yang memiliki rasa, pikir dan laku dan nilai keimanan yang luhur. Bukan menghasilkan manusia materialis, robot penyelesai tugas, sekuleris dan tak memiliki nilai-nilai kemanusiaan.

Konsep pendidikan yang banyak diterapkan saat ini tidak lain hanyalah hasil buah pikiran manusia yang diagung-agungkan secara berlebih. Yang tidak memiliki celah, dianggap sesuai untuk setiap manusia dan kemaslahatannya. Padahal?? Tidak sama sekali. Manusia tidaklah mengerti kebutuhan dirinya. Tidak mengerti kebutuhan jiwanya. Dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi padanya di masa mendatang? Lantas, sampai kapan kita akan mengeluh-eluhkan konsep pendidikan buah dari pikiran manusia? Padahal sejauh ini jelas terlihat hasilnya, TIDAK BERHASIL menghasilkan MANUSIA yang MANUSIA. Apa sebabnya?? Tidak lain karena manusia telah jauh meninggalkan konsep pendidikan yang telah dirancang dan dicipta oleh Sang Maha Pencipta, Yang paling Mengetahui Manusia. Konsep pendidikan yang mampu mendidik tiga elemen penting yang dimiliki manusia, yaitu akal, ruh dan jiwa. Itu adalah tiga elemen yang bekerja secara simultan untuk benar-benar menghidupkan MANUSIA menjadi MANUSIA. MANUSIA yang berakal, MANUSIA yang berhati bersih, santun, berempati, saling menolong, ikhlas, rendah hati, peduli, berkarakter, dan MANUSIA yang mampu berinteraksi dengan Penciptanya, ALLAH SWT.

Begitulah konsep pendidikan yang seharusnya diterapkan, yaitu pendidikan yang mampu menyentuh dimensi AKAL, JIWA dan RUH agar benar-benar mampu meMANUSIAkan MANUSIA.





Sabtu, 02 Mei 2015

Sebarkanlah Da'wah

"Bangunlah, lalu berilah peringatan." (QS. Al-Muddatstsir:2). Begitulah Allah Tuhan yang Maha Agung memanggil jiwa-jiwa agung yang siap menerima tanggungjawab. Tanggungjawab atas umat yang kian hari terpuruk, merintih, dan tertatih.
Umat yang terus ditempa musibah, petaka, dan bencana. Namun, semua masih bersembunyi di lautan kesunyian dan kelalaian. Seakan semua telah lupa akan sebuah perjanjian. Perjanjian yang diikrarkan di hadapan Sang Rahman. Saudaraku, bukankah kita telah menyanggupi untuk memegang amanah? Menyebarkan da'wah? Dengan mengorbankan jiwa dan raga? Sesungguhnya umat ini menantikan kejayaan yang telah lama terpuruk. Terpuruk karena keegoisan diri, ketamakan hati, dan hilangnya nurani.

Kamis, 26 Maret 2015

Fitrah Cinta

Dan semua berkumpul dalam satu waktu,
Dimana hikmah membangun pondasi di dalam jiwa yang terjerat,
Laut..
Bersama desiran airmu, kubiarkan luka yang memerah ini kembali membiru,
Wangi semerbak airmu..
Kurela hembuskan aroma cinta yang masih tersisa di dalam jiwa,
Sudah sepantasnya kukembalikan hakikat cinta ini pada-Nya,
Kulindungi dengan rasa malu dan penghambaan,
Kulukiskan dengan kuas kesungguhan,
Dan kusemburati dengan warna ke Ilahi-an,
 Kukembalikan cinta ini pada-Mu ya Robb,


Kamis, 19 Maret 2015

Pemuda Tangguh

Disaat semua mulai menjauh dan pergi. Disaat semua mulai meninggalkan dan berpaling. Dan disaat semua mencaci dan memaki. Masih adakah yang mengetahui? Masih adakah yang mencari? Sekelompok pemuda yang memegang erat panji Allah dan Rosul-Nya. Mereka berjanji untuk berjuang, berkorban, dan bergerak untuk meninggikan panji-panji Islam. Bukan dengan tangan kosong mereka berjuang. Bukan dengan keluhan mereka bertahan. Melainkan dengan semangat jihad fii sabiilillah, jihad fii tarbiyah (pendidikan) untuk mengembalikan kejayaan umat Islam seperti dulu kala. Pemuda itu mengambil alih  perjuangan karena mereka sadar bahwa gerbong lokomotif da'wah ini akan terus melaju, melaju melintas peradaban, zaman, hingga ke negeri Surga dengan ada atau tidaknya mereka. Siapakah pemuda itu sobat? Tak inginkah diri ini menjadi pemuda itu? Pemuda yang mewarisi semangat para Nabi dan sahabat untuk menegakkan Islam di bumi Allah ini. Hingga kelak mereka akan melihat cahaya kejayaan Islam meninggi di seluruh penjuru dunia. Tiada balasan yang sepadan untuk mereka selain Surga-Nya yang kekal, penuh nikmat, permata, bidadari, dan ketenangan yang tiada pernah terbesit di hati dan dilihat oleh mata sebelumnya. Masih adakah semangat untuk menggapai Surga itu wahai sahabatku?